Select menu item

Bagaimana Berpikir Seperti Behavior Analyst Bagian 2

Setelah dilakukan assessment dan kita mengetahui baseline dari sang anak, apa yang harus dilakukan? Behavior analyst harus dapat mengembangkan sebuah program yang bersifat individu dengan lebih efisien tidak hanya bergantung atau mengikuti kurikulum yang ada secara kaku, tetapi lebih memahami latar belakang mengapa kita mengambil kurikulum tersebut. Contoh dari VBMAPP kita sudah dapat mengetahui level sang anak di masing-masing verbal operant, tetapi bagaimana kita menyusunnya menjadi suatu program yang baik. Apakah cukup dengan mengambil satu kotak kosong dan mengajarkannya berulang-ulang sampai bisa? Secara sederhana memang bisa digambarkan seperti itu, tetapi tidak semua anak memiliki kemampuan yang cukup atau siap diajarkan satu ketrampilan kotak kosong tersebut. Harus dipahami, apakah ada pra-syarat dalam mengajarkan kemampuan tersebut agar proses pembelajaran berjalan efektif?

Behavior analyst harus memahami apa yang akan diajarkan dan mencari tahu bagaimana mengajarkan atau medesain program yang efisien sesuai kebutuhan sehingga dia memiliki pengetahuan yang baik dalam memilih materi, prosedur, intervensi dan sistem pengukuran. Behavior analyst harus juga memahami bagaimana mengajarkan konsep yang akan meningkatkan kemampuan problem solving sang anak, sehingga tidak harus mengajarkan setiap kemampuan satu per satu atau kecenderungan anak menghapal pertanyaan dan jawaban secara kaku jika dia tidak memahami konsepnya. 

Selain itu sistem pelajaran juga penting, seperti di awal, sistem pengajaran dengan errorless learning adalah penting untuk meningkatkan motivasi anak early learner dalam proses pengajaran, tetapi jika anak sudah mulai akusisi sebagian kemampuan, membiarkan anak membuat kesalahan dan menyadari serta kemudian memiliki kemampuan untuk memperbaiki secara mandiri tentu lebih baik untuk kemampuan problem solving dan kreatifitas anak. Dibawah ini diajarkan sedikit cara berpikir dari behavior analyst dalam mengajarkan suatu kemampuan agar tercapai hasil yang efisien.

Bagaimana Mengajarkan Suatu Konsep?

Konsep desain didefinisikan sebagai suatu penggambaran suatu benda dengan sifat yang sama. Dalam mengajarkan sesuatu, kita harus mengajarkan suatu konsep sehingga pengajaran menjadi lebih efisien dengan menggunakan multiple exemplar training, atau pengajaran dilakukan dengan menggunakan bermacam contoh yang diperlukan. Jika tidak anak akan terjebak dalam pemahaman bahasa yang kaku.

  • Contoh dalam mengajarkan kursi, kita pikirkan apa yang merupakan “must have/harus dipunyai” oleh sifat dari sebuah kursi. Kemudian harus dipikirkan juga apa yang “can have/mungkin” sifat yang dipunyai sebagaian bagian dari contoh sebuah kursi.
    • Must have: untuk 1 orang, sudut 90C, ada sandaran dll (critical feature)
      Ketika diubah satu sifat dari “must have” akan menjadi barang yang berbeda. Contoh: bangku/bench (lebih dari 1 anak), dingklik (tidak ada belakangnya).
    • Can have: jumlah kaki (variable feature)
      Ketika diubah satu sifat dari “can have” tidak mengubah barangnya.
      Contoh: jumlah kaki, atau diubah variasi dari gambar seperti warna, ukuran, orientasi (sudut).
  • Harus ada juga error discrimination, dimana harus dibedakan antara contoh yang termasuk dan apa yang tidak termasuk.
  • Berapa banyak contoh yang diperlukan untuk mengajarkan anak supaya paham tentang konsep kursi?
    • Yakin anak dapat merespons terhadap ada atau tidaknya suatu sifat dalam contoh dan bukan contoh (critical feature)
    • Yakin anak dapat respons secara benar terhadap contoh yang mem-variasi-kan (variable feature)
    • Yakin bahwa anak dapat merespons secara benar dengan stimuli yang baru
  • Contoh dari pengajaran konsep:
    • Konsep umum adalah echoic, mand, tact
    • Contoh konsep dalam tact adalah
      • Konsep sederhana: gelas (vs piring), sapi (vs kuda),
      • Konsep kompleks: paham, tidak nyaman, kecewa
    • Contoh Konsep Relasi:
      • Spatial: on/off, diatas/dibawah, didepan/dibelakang
      • Perbandingan: lebih besar/lebih kecil, lebih panjang/lebih pendek, lebih banyak/lebih sedikit, lebih tua/lebih muda
      • Urutan: sesudah/sebelum, awal/tengah/akhir, depan/belakang, pertama/kedua/ketiga

Bagaimana Melakukan Component Composite Analysis?

Component composite analysis adalah membagi composite skills menjadi component skills yang lebih kecil-kecil. Jika ingin menyusun program yang komprehensif kita harus secara hati-hati memikirkan prasyarat untuk mengajarkan kemampuan tersebut (composite skills). Behavior analyst perlu memiliki kemampuan untuk menyusun program yang komprehensif membagi suatu kemampuan (composite skills) menjadi lebih sederhana (component skills) dan menurunkan lagi menjadi paling sederhana (tool skills) secara sistematis. Dari component composite analysis itu dapat diidentifikasi dari mana program harus dimulai. Proses ini juga dapat digunakan untuk problem solving dari suatu masalah dalam terapi dan juga identifikasi kemungkinan adanya missing skills dari sang anak yang mungkin menghambat proses pengajaran untuk mencapai target yang diinginkan. Proses ini juga dapat membantu dalam desain program menjadi lebih efisien, dimana anak mendapatkan kemampuan generative dari yang diajarkan. Contoh:

–     Decoding kata (component) + menjawab pertanyaan (component) =

reading comprehension

  • Tact (component )+ mand (component) = mand untuk barang tertentu (composite)
  • Menuang (component) + mengaduk (component) + mengukur (component) = membuat kopi (composite)

Lebih detil lagi, dijelaskan sebagai berikut:

Pembagian skills diatas tidak absolut, tergantung anak di level mana, mana yang sudah bisa/belum bisa dan tergantung target yang ingin dicapai

Apa bedanya component/composite analysis dengan task analysis dalam behavior chain?

  • Task analysis dalam chaining membagi kemampuan rumit dalam behavior chaining menjadi chain yang lebih kecil untuk tujuan pengajaran
  • Component composite analysis adalah menganalisa komponen untuk membantu mengorganisasikan elemen pada kemampuan dalam task analysis
  • Contoh chaining program cuci tangan. Ada berbagai macam chaining dalam task analysis cuci tangan seperti keran putar, keran otomatis, sabun pompa, sabun biasa, pengering otomatis, handuk, dll.
  • Sementara component composite analysis melakukan analisa yang lebih detil dari itu. Bagaimana jika klien tidak bisa memutar keran, bagaimana cara dia meraih keran, mencubit, memutar, memegang, melepaskan keran? Tool skills apalagi yang mungkin anak belum bisa atau mahir? Berhitung, menyabun sampai bersih 10 hitungan tentu memerlukan skill berhitung, kemudian dari segi bahasa bagaimana anak memahami instruksi “cuci tangan”, dll

Peringatan: Informasi yang saya tulis harap digunakan sebagai informasi yang memperkaya pengetahuan anda, tetapi sebaiknya anda komunikasikan dengan professional yang menangani anak anda sebelum diterapkan. Ilmu yang saya sampaikan sesuai dengan keilmuan yang saya pelajari tetapi harus dipahami bahwa setiap kasus anak adalah unik. Saya tidak bertanggung jawab atas kesalahpahaman atau penyalahgunaan dari informasi yang and terima.